Siapa yang taat konstitusi, SBY atau PKS?

Siapa yang taat konstitusi, SBY atau PKS? - Pemerintahan SBY berkeinginan menaikkan harga BBM dengan instrumen APBN Perubahan 2013. Sementara PKS menolak rencana itu. Kondisi inilah yang menimbulkan turbulensi di masing-masing pihak.

PKS yang tergabung dalam koalisi dituding mengkhianati koalisi. Tudingan ini bukan tanpa dasar. Tudingan ini berpijak pada aturan main di antara partai peserta koalisi pemerintahan SBY-Boediono. PKS terlibat di dalamnya sejak Pemilu Pesiden 2009 lalu. Akibat koalisi ini pun, PKS diganjar dengan menempatkan empat kadernya di pemerintahan. Meski saat perombakan kabinet 2011, jatah kursi PKS berkurang satu.

Namun di sisi lain, PKS bersikukuh, sikap politik di parlemen, merupakan perwujudan dari pembagian kekuasaan di alam demokrasi saat ini. Antara eksekutif, dalam hal ini representasi Pemerintahan SBY serta legislatif, di dalamnya Fraksi PKS yang menjalankan tiga fungsi konstitusionalnya, salah satunya pengawasan terhadap eksekutif.

http://static.inilah.com/data/berita/foto/1999084.jpg

Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah mengatakan sikap politik Fraksi PKS di DPR tidak memiliki korelasi apapun dengan posisi tiga kader PKS di pemerintahan saat ini. Menurut Fahri, dalam sistem presidensialisme yang berlaku di Idonesia, partai politik tidak punya kewenangan sama sekali dalam urusan menteri.

"Dalam UUD NRI 1945 Pasal 17 menteri merupakan hak prerogratif presiden. Tidak boleh pihak luar hadir atau dihadirkan di kabinet. Itu bertentangan dengan konstitusi kita," cetus Fahri di gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2013)

Sementara SBY dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Rabu (12/6/2013) sore kerap melakukan sindiran yang diduga ditujukan kepada PKS. SBY meminta agar persoalan BBM tidak dipolitisasi untuk kepentingan Pemilu 2014. "Saya mengajak sahabat-sahabat saya, para elite politik untuk menomor duakan politik praktis, atau kepentingan politik menejalang 2014. Marilah kita hilangkan cara seperti itu, karena ada sesuatu yang harus kita lakukan dan kita jalankan semua," ujar SBY.

Lebih lanjut SBY mengatakan, dalam persoalan BBM ini, janganlah menggunakan persepsi politik. Dia mencontohkan kebijakan yang diambil pemerintah justru tidak populis dan di luar kepentingan politik praktis. "Saudara-saudara kalau saya mengedepankan politik saya sendiri, dikala kita memasuki masa politik saat ini, tentu tidak mungkin saya menaikan harga BBM. Tetapi risiko politik itu saya ambil, karena kalau kita biarkan, ekonomi kita memburuk," jelasnya.

Sebelumnya, saat rapat Setgab Koalisi pada Selasa (11/6/2013) malam, PKS tidak diundang. Begitu juga menteri yang berasal dari PKS, saat rapat kabinet Rabu (12/6/2013) juga tidak diundang. Informasi dari kalangan internal PKS, merujuk informasi dari salah satu menteri dari PKS, partai ini tak lagi berada di koalisi. "Istana sudah memberitahukan kepada salah seorang menteri PKS bahwa PKS sudah dikeluarkan dari koalisi," ujar Fahri.

Pada akhirnya, hiruk pikuk yang terjadi secara diametral antara SBY dan PKS masuk dalam diskusi konstitusional. Sikap SBY yang dikabarkan mendepak PKS dari koalisi merupakan hal berbeda dengan sikap PKS yang menolak rencana penaikan harga BBM. Sikap SBY berpijak pada aturan main koalisi (code of conduct) sedangkan sikap PKS berpijak pada konstitusi UUD NRI 1945.
sumber : inilah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar