Anak Buah Berkhianat, Kebusukan Jokowi Semakin Terungkap

Anak Buah Berkhianat, Kebusukan Jokowi Semakin Terungkap - Dalam program “Kabar Petang” pada Selasa (1/7), Tvone antara lain mewawancarai Supradi Kertamenawi, mantan Sekretaris Daerah Kota Surakarta, Jawa Tengah. Supradi menjalankan tuas itu ketika Joko Widodo alias Jokowi menjadi wali kotanya.

Menurut Supradi, mungkin dirinya paling banyak tahu tentang Jokowi karena ruang kerja keduanya masing-masing bersebelahan. “Jokowi itu kalau memimpin arogan. Jadi, tidak semacam di TV-TV kalau pakai baju kayak gitu. Setiap hari, dia pakai dasi, pakai jas, dan tidak mau mengakui keberhasilan staf, tidak,” ungkap Supradi dengan tersenyum pahit.

Giliran Mantan Sekda Tuding Jokowi Munafik

Lebih lanjut ia mengatakan, Jokowi juga akan mengklaim keberhasilan sebagai usahanya. “Tapi, kalau salah: staf. Itu yang terjadi yang saya tahu. Tidak saya tambah atau saya kurangi,” tuturnya.

Ia juga mengatakan, Jokowi tak pernah mengambil gajinya hanya isu. “Itu bohong. Jokowi terima gaji. La, wong, saya kok yang menyodorkan, saya yang terima kuitansinya. Karena penanggung jawab itu anggaran daerah, jadi yang menyodorkan itu bagian keuangan, tanda tangan, setelah itu lapor ke saya,” katanya.

Supradi menegaskan, semua menerima gaji. “Jangan sampai terima image Jokowi bersih, Jokowi jujur. Kalau saya katakan, Jokowi munafik,” ujar Supradi tenang.

Apakah Supradi akan dilaporkan ke polisi karena dianggap memfitnah dan melancarkan kampanye hitam kepada Jokowi, seperti nasib pengelola tabloid Obor Rakyat? Entahlah. Sampai berita ini diturukan belum ada respons apa-apa dari Jokowi atau tim suksesnya terkait pernyataan Supradi.

Yang pasti, sudah banyak kritik disampaikan di ruang publik terkait sikap dan kinerja Jokowi sebagai gubernur, termasuk kritik terhadap tindakan Jokowi yang suka salahkan pihak lain atau bawahannya.

Bahkan, setelah pemilihan legislatif pada April lalu, terkait perolehan partainya, PDIP, yang baru diketahui hanya lewat hitung cepat bahwa PDIP tidak berhasil mencapai target 27%, Jokowi memberikan pernyataan bahwa yang paling utama membuat kegagalan tersebut adalah calon anggota legislatif (caleg) PDIP.

"Calegnya sendiri. Artinya, caleg harus bisa menjual. Menjual produknya, itu macam-macam produknya. Misalnya dirinya sendiri, programnya, mungkin capresnya, saya, bisa saja. Itu marketing politik yang harus dilakukan di darat," tuturnya di depan Balai Kota DKI Jakarta, 10 April.

Seharusnya, lanjut Jokowi, para caleg dapat bertarung maksimal. Sebab, mereka berada di ruang-ruang kecil yang sudah dikuasai masing-masing. Ruang tersebut, kata Jokowi, sangat dekat dengan masyarakat yang akan menggunakan hak suaranya.

"Mereka kan punya ruang-ruang kecil yang sudah dikuasai mereka. Nah, ruang-ruang itu mungkin TPS, RT, RW, jadi itu. Sebenarnya, pertarungannya antar-mereka," katanya.

Selain caleg, Jokowi menerangkan, faktor kedua yang dianggap kurang maksimal adalah soal marketing atau pemasaran politik. "Iklan ini kami hanya berapa hari? Tiga hari. Yang lain itu sudah 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun. Marketing politik kami kalah dengan yang lain karena 3 hari, bukan karena duitnya, lo, ya," ujarnya.

Sebelumnya, dalam “geger Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini”, Jokowi juga menyalahkan pihak lain. Konflik yang terjadi antara Risma dan wakilnya, Wisnu, beberapa waktu lampau, yang membuat Risma sempat ingin mundur dari jabatannya, menurut Jokowi, disebabkan oleh pihak lain.

Joko Widodo menilai Risma dan Wisnu sebenarnya merupakan pasangan yang sangat rukun. Tapi, karena tahun ini merupakan tahun politik, semuanya "digoreng". "Mereka rukun banget, lo. La wong berangkat satu mobil, di ruang tunggu pun bersama. Tapi, ya, itu tadi ada yang 'menggoreng', yang senang kalau kami enggak rukun," ujarnya di Surabaya pada 1 Maret lalu.

Yang lebih parah waktu Jakarta dilanda banjir pada awal tahun 2014 lalu. Jokowi bukan hanya menuding pihak lain sebagai penyebab banjir, tapi juga melakukan kebohongan publik. Jokowi yang sempat sesumbar bisa mengatasi banjir dan macet di Jakarta waktu akan maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, ketika sudah jadi gubernur dan Jakarta tetap kebanjiran berkelit dengan mengambil contoh Belanda. "Memang butuh waktu. Ingat, Rotterdam bisa mengatasi banjir itu butuh berapa lama? Dua ratus tahun. Kita normalisasi saja memang belum selesai. Kita memang harus ngomong apa adanya," kata Jokowi saat meninjau Waduk Pluit, Jakarta, 13 Januari lampau.

Tentu saja, selain bohongnya terkuak, pernyataan itu membuat geli karena pengetahuan Jokowi yang tidak memadai namun sotoy. Karena, berdasarkan informasi resmi di situs-situs berita Belanda, 13 bendungan raksasa Rotterdam dibangun hanya selama 39 tahun, bukan 200 tahun sebagaimana disampaikan Jokowi kepada media.

Bendungan pertama selesai dibangun pada 1958 di Sungai The Hollandse Ijssel, sebelah timur Rotterdam. Kemudian dibangun bendungan The Ooster Dam (The Oosterschelde Stormvloedkering), yang panjangnya hampir mencapai 11 kilometer. Bendungan ini membentengi seluruh daratan Zeeland yang langsung berhadapan dengan bagian laut utara.

Bendungan terakhir yang selesai dibangun adalah The Maeslantkering pada tahun 1997, yang tepatnya berada di muara Nieuwe Waterweg, (kanal yang menjadi gerbang masuk ke Pelabuhan Rotterdam).

Permukaan tertinggi Belanda ada di Vaalserberg, yang berada di Provinsi Limburg, punya ketinggian 321 meter. Adapun permukaan yang terendah adalah Nieuwerkerk aan den IJssel, yang berada 6,76 meter di bawah permukaan laut.

Tidak hanya berbohong untuk menghindari diri dari kecaman warga Jakarta, Jokowi juga menyalahkan berbagai pihak yang disebutnya sebagai penanggung jawab masalah banjir Jakarta. Jokowi menyalahkan Bupati dan Wali Kota Bogor, Wali Kota Depok, Gubernur Jawa Barat, hingga pemerintah pusat.

Jokowi mengaku hanya mendapat tanggung jawab di parit atau kali-kali kecil. Sementara itu, kata Jokowi, pemerintah pusat bertanggungjawab atas 13 sungai besar. "Kami ini tidak bekerja sendiri. Seperti hari ini, ini airnya kan hampir 80 persen dari wilayah atas dan 13 sungai besar ini kan tanggung jawab pemerintah pusat. Ini harus jelas, kita hanya kebagian selokan dan parit," kata Jokowi berdalih. Padahal, saat kampanye Pilkada Jakarta tahun 2012 lalu, Jokowi sesumbar mengatakan penyelesaian masalah banjir di Jakarta adalah hal yang mudah.

Pada Kamis pekan lalu (26/6), seusai memberikan klarifikasi harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemilihan presiden, Jokowi juga dituding dan diteriakkan sebagai pembohong oleh para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Banteng Keadilan Rakyat (Bakar) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Puluhan orang itu berteriak-teriak, "Jokowi bohong, Jokowi belum pernah melapor ke KPK," teriak mereka di depan Gedung KPK, saat Jokowi tengah memberi keterangan kepada wartawan usai klarifikasi.

Tak tanggung-tanggung, Jokowi dikatakan telah berbohong di depan para ulama dan santri Tasikmalaya, Jawa Barat, sewaktu Jokowi dan rombongan mendatangi Pondok Pesantren Bustanul Ulum, Kelurahan Sumelap, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, 12 Juni lampau. Ketika itu, seperti dikutip banyak media, Jokowi mengatakan, "Waktu ada berita mengenai bus TransJakarta, detik itu juga kepala dinasnya langsung saya copot. Kemudian dokumen-dokumen yang ada langsung kami berikan ke KPK."

Beberapa hari kemudian, Juru Bicara KPK Johan Budi SP memastikan KPK belum pernah sekalipun menerima laporan soal dugaan korupsi pengadaan bus TransJakarta, baik dari Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta maupun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Tidak pernah," kata Johan Budi, 17 Juni.

Pernyataan KPK itu kemudian semakin dipertegas oleh pernyataan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia memastikan Jokowi belum pernah melaporkan kasus bus TransJakarta kepada KPK. "Enggak pernah ada surat resmi tuh. Pak Jokowi enggak pernah minta kasus ini diambil alih oleh KPK," ucap Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/6).

Ketika ditanya oleh wartawan setelah memberikan klarifikasi harta kekayaannya ke KPK, mengapa tidak melaporkan kasus korupsi pengadaan bus TransJakarta ke KPK, Jokowi pun hanya mingkem, tak mengucapkan kata sepatah pun. Padahal, untuk pertanyaan-pertanyaan lain yang diajukan oleh wartawan, ia bersedia menjawab. Padahal juga, Jokowi rajin melapor ke KPK jika menerima hadiah, seperti hadiah gitar dari Metallica dan kacamata pemberian pebalap Jorge Lorenzo.

Berkali-kali wartawan bertanya mengapa Jokowi tidak melaporkan kasus TransJakarta ke KPK, Jokowi tetap mingkem. Jokowi tak memberi jawaban apa pun.

Menurut Kepala Inspektorat Provinsi (Inprov) DKI Jakarta Franky Mangatas Pandjaitan, seperti banyak diberitakan juga, pihaknya menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pemeriksaan lebih terperinci lagi terkait kasus pengadaan bus TransJakarta. Menurut Franky, Jokowi lalu memilih lembaga Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta, bukan Badan Pemeriksa Keuangan atau KPK, sebagai lembaga yang menyelidiki kasus tersebut. “Jadi, kami sarankan kasus ini harus dilakukan pemeriksaan lebih terperinci dan mendalam. Dan, Pak Jokowi memutuskan meminta BPKP untuk melakukan saran kami tersebut. Jadi, yang memutuskan BPKP terlibat bukan Inprov, tapi Pak Jokowi. Kami hanya menyarankan kasus ini didalami saja,” ungkap Franky.

Terkait tudingan munafik yang dilontarkan Supradi, pada 24 Juni 2014 lalu juga diunggah sebuah video yang berisi berbagai hal negatif terkait dengan Jokowi di laman Youtube. Dalam video berdurasi kurang dari 15 menit itu diinformasikan Jokowi sebagai sosok yang memiliki semua ciri orang munafik, yang bersandar pada perkataan Nabi Muhammad SAW. -Beritanya bisa dibaca di sini. | DJE/ASN-010
sumber : asatunews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar