Kini Giliran Pemilu Legislatif Digugat ke MK - Salah satu calon anggota legislatif dari Partai Kebangkitan Bangsa, Anwar Rachman, mengajukan uji materil terhadap Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pileg) ke Mahkamah Konstitusi, Selasa 15 April 2014.
Anwar Rachman mempermasalahkan Pasal 5 dan 215 yang menyatakan calon anggota DPR, DPRD dan DPD didapat dari suara terbanyak di daerah pemilihannya. Pasal 5 mengatur pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Sementara Pasal 215 mengenai penetapan caleg terpilih didasarkan pada ketentuan calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Menurut Anwar, hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Sebab dalam Pasal 22 E ayat 3 UUD 1945 diatur bahwa peserta pemilu adalah partai politik, bukan perseorangan. Hal itu pun ia nilai bertentangan dengan sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia yang menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
“Dengan banyaknya caleg dan terbatasnya kursi, maka dampaknya masyarakat jadi resah dan bingung karena tarik-menarik antarcaleg, bahkan bisa bertengkar antarcaleg dari partai politik yang sama sehingga menimbulkan konflik,” kata Anwar.
Selain itu dengan sistem terbuka saat ini, Komisi Pemilihan Umum juga harus mencetak surat suara yang lebih besar, sehingga menurut Anwar hal itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
“Sehingga pemohon memohon kepada MK memberikan amar, mengabulkan permohonan pemohon dan membatalkan Pasal 5 dan 215 UU Pileg dan menyatakan bertentangan dengan UUD 1945,” kata Anwar.
Namun permohonan itu tak bisa langsung dikabulkan oleh hakim MK. “Akan kami laporkan ke majelis hakim, apakah akan pleno atau segera diputuskan,” kata Ketua Majelis Panel, Arief Hidayat. (umi)
sumber : viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar