Ketika Jokowi Marah Besar

Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunjukkan sikap marah dalam menyikapi kasus Freeport hanya bagian akting untuk menaikkan popularitas dan mengalihkan kasus perpanjangan kontrak dengan perusahaan asal AS di Papua itu.

“Itu hanya akting saja untuk menaikkan popularitas, padahal pada saat yang sama ada perpanjangan kontrak dengan PT Freeport. Menteri Sudirman Said mengakui sudah mendapat persetujuan dari Presiden Jokowi,” kata pengamat politik Zainal Abidin dalam pernyataan kepada intelijen, Rabu (9/12).

Menurut Zainal, Jokowi itu suka Presiden yang akting dan pencitraan. “Padahal untuk kasus ini bisa dengan menggunakan operasi senyap agar segera menangkap Riza Chalid. Buktinya kemarahan Jokowi justru Riza Chalid bisa kabur terlebih dulu,” papar Zainal.

Kata Zainal sikap yang ditunjukkan Jokowi itu justru makin membuat gaduh perpolitikan di Indonesia. “Memang Jokowi suka membuat gaduh dan terlihat bekerja. Padahal gaduh itu upaya Jokowi untuk menutupi kekurangannya untuk mengurus negara Indonesia,” jelas Zainal. Ingat kan, ada kalimat bijak: Tong Kosong Berbunyi Nyaring, sedangkan Tong Yang Penuh Makanya nyaris tidak ada bunyinya.

Ketika Jokowi Marah Besar

Selain itu, ia pun heran dengan waktu kemarahan Jokowi yang sekarang. “Padahal rekaman itu sekitar bulan Juni, tetapi baru dibuka sekarang dan marahnya baru sekarang. Nampaknya ada skenario yang lagi disembunyikan oleh Jokowi,” pungkas Zainal. Apakah skenario itu yang juga ada di dalam rekaman Maroef Sjamsuddin yakni #PapaMenangCurang?

Sementar itu, mantan Staf Khusus di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Andi Arief menilai kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya sebuah akting. Pasalnya, kemarahan tersebut dilakukan dihadapan awak media. 

“Kalau marah sambil ngumpulin wartawan namanya acting,” ujar Andi melalui akun twitter @AndiArief_AA 

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi sempat marah besar setelah membaca secara utuh isi transkrip percakapan antara ketiga orang yang telah dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) (Baca: Jokowi: Saya Tak Apa Dikatakan Presiden Gila, presiden Sarap, Tapi Jangan Mencatut) 

Politisi Partai Demokrat ini juga menyayangkan kemarahan Presiden Jokowi, lantaran dinilai tak berdampak hukum. Terlebih, sambungnya, kemarahan tersebut dilakukan dengan mengumpulkan wartawan. Dia pun menantang Presiden Jokowi untuk segera melaporkan pelaku pencatut nama dirinya. 

“Memangnya kalau marah langsung divonis rakyat gagah, tegas. Laporkan ke penegak hukum kalau merasa dicatut, berani?,” tegasnya. 

Bahkan Andi mengkritik tajam Presiden Jokowi dengan menyebut “anak ingusan” apabila gampang marah. 

“Yang gampang marah itu anak ingusan. Presiden jangan marah, tapi lapor ke penegak hukum,” sindir Andi. 

Andi pun merasa heran terhadap kemarahan Presiden Jokowi. Lantaran kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden ini sudah memasuki hari ke-19, namun kemarahan tersebut baru kali ini terjadi. 

“Kejadiannya udah lama, marahnya baru kemarin. Marah di hari kesembilan belas,” ungkap Andi. 

Dan politikus Demokrat Kastorius Sinaga menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap tenang dan arif menyikapi setiap proses Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. 

“Adalah tidak elok bila Presiden Jokowi menunjukkan kemarahannya ke publik. Menunjukkan kemarahan ke publik bukanlah tipe pemimpin yang ideal,” ujar Kastorius kepada Tribun, Rabu (9/12). 

Apalagi bila itu dilakukan dalam menghadapi sebuah krisis politik tingkat tinggi seperti terjadi dengan skandal Freeport, karena itu akan memperuncing keadaan. 

“Sikap marah Presiden bisa memicu gesekan keras di tingkat elit yang dapat merembes ke akar rumput masyarakat dan kemudian memicu terjadinya keributan,” ungkapnya. 

Kata dia, Presiden benar bahwa siapapun tidak boleh mempermainkan lambang negara. 

Namun penyelesaian persoalan ini harus dipercayakan ke mekanisme yang ada yaitu sidang etik bagi anggita DPR yang melakukannya. 

“Bila kemudian terdapat unsur pidana dapat dilanjutkan ke proses hukum,” ujarnya. 

Dalam konteks ini, disarankan sebaiknya Presiden Jokowi melaporkan kasus pencatutan namanya ke kepolisian secara formil. 

“Agar Kapolri bergerak sesuai kewenangan hukum yang dimilikinya untuk memproses perkara ini dengan benar sesuai koridor hukum,” katanya.(ts/pm)

Sumber : eramuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar