Pencapresan Jokowi Menjadi Sebuah Keniscayaan

Pencapresan Jokowi Menjadi Sebuah KeniscayaanBerdasarkan hasil quick count pemilu 2014 yang sudah banyak dirilis, hanya keajaiban yang bisa menggagalkan kemungkin Joko Widodo di kursi Presiden RI berikutnya. PDIP yang mengusung Jokowi—sebutan Gubernur DKI Jakarta itu—melesat dalam perolehan suara quick count. Yang menarik, siapa pendamping Jokowi?

Walau diprediksi partai Pimpinan Megawati Soekarno Putri ini akan menang telak dan meninggalkan jauh para rivalnya, namun tak urung, hasil yang sekarang ini (sekitar 19% perolehan suara), tetap menempatkan PDIP sebagai kekuatan politik nomor 1 di Indonesia. Itu artinya, pencapresan Jokowi menjadi sebuah keniscayaan.

Nama-nama besar dari partai-partai lain tentu ogah jika harus menjadi cawapres Jokowi. Misalnya saja, Prabowo Subianto dan Aburizal Bakrie sudah pasti kemungkinan besar akan tetap maju sebagai capres. Perolehan suara mereka yang tak terlalu jauh, dan bisa dikatakan ‘menang’, bisa jadi modal yang cukup untuk bersaing di kandidat kursi presiden. Partai Demokrat juga punya perolehan suara yang signfikan, namun menilik tidak ada lagi nama besar selain Presiden SBY, agak sulit meraba manuver partai ini ke kursi RI 1.

Foto diambil dari The Interpreter

Jauh-jauh hari, hampir persis dengan waktu pencapresan Jokowi, PDIP sebenarnya sudah pula mengapungkan nama. PDIP menyebut sejumlah kandidat, salah satunya Ketua KPK Abraham Samad. “Kita melihat Pak Abraham Samad, JK, Ryamirzard Ryacudu, Mahfud MD, Hatta Rajasa, Khofifah, Pak Moeldoko, saya senang mendengar nama-nama potensial itu,” tutur Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/3/2014, Detik).

Selain nama Abraham Samad, ada nama Jusuf Kalla ke permukaan. Mengenai Kalla, putri Megawati Soekarno Putri dan sekaligus Ketua Harian Badan Pemenangan Pemilu PDIP, Puan Maharani, mengaku hal tersebut bukan tidak mungkin. “Boleh saja, tapi kita lihat dulu hasil pemilihan legislatif,” kata Puan.

Namun, tampaknya gagasan untuk memosisikan Puan Maharani sebagai pendamping Jokowi juga bisa jadi menarik untuk PDIP, menilik hasil perolehan suara pileg.

Kendati demikian, putri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu mengaku telah menjalin komunikasi politik dengan semua partai. Termasuk Partai Nasional Demokrat yang secara resmi datang ke kantor PDI P. “Kalau partai yang lain informal,” ujar Puan seperti dikutip dari kompas.

Bagaimana dengan calon-calon dari partai lain yang berada di tengah dalam hasil perolehan suara (katakanlah PKS, PKB, PAN)? Kemungkinan politik itu jelas ada, namun bisa jadi baik PDIP, dan juga Jokowi sendiri tidak terlalu tertarik akan ide ini. Selain karena dinilai hampir tidak pernah sejalan secara ideologi, juga karena sepertinya PDIP akan lebih memilih Nasdem jika harus membuka keran itu. Nama Surya Paloh dengan kekuatan media-nya tentu tak bisa dianggap enteng sekarang ini.

Namun, siapapun yang akan mendampingi Jokowi nanti, seperti menjadi tidak terlalu signifikan lagi sebagai vote getter. Jokowi dan PDIP sendiri sudah yakin benar bisa menjadi aktor utama dan brand politik besar dalam pilpres mendatang. Satu yang pasti, tampaknya, seperti juga ketika Megawati dulu berada di kursi RI 1, kecil kemungkinan melihat kubu Islamis di sisi PDIP sekarang ini—walau peta politik bisa berubah dalam beberapa jam mendatang.
sumber :islampos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar