PDIP Diantara Partai - Partai Islam - Pada tanggal 9 April lalu, Indonesia menyelenggarakan pemilu nasional keempat yang bebas dan adil sejak jatuhnya Presiden Suharto pada tahun 1998 setelah empat dekade otoritarianisme. Dan sekali lagi Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDI-P) mengambil alih posisi pertama setelah absen dalam dua pemilu terakhir.
Namun, dalam sistem kepartaian yang sangat terfragmentasi di mana 12 partai bersaing untuk 560 kursi di DPR dan dalam hasil Pemilu telah mengirimkn 10 partai yang relatif sama kuat ke Senayan, dengan partai di posisi pertama hanya mendapatkan kepercayaan dari hanya sekitar 19 persen dari pemilih Indonesia, telah mengirimkan sinyal bahaya bagi kelangsungan demokrasi Indonesia.
Reaksi dominan pemilu sejauh ini telah menjadi satu kejutan dan kekecewaan bahwa PDI-P tidak mendapatkan mandat kuat dari apa yang banyak diharapkan bisa menjadikan pemerintahan Jokowi lancar memimpin agenda reformasi. Pada saat yang sama, partai-partai Islam berhasil telah meningkatkan suara gabungan mereka dari 29 persen pada tahun 2009 menjadi sekitar 32 persen, namun jumlah dari partai Islam moderat yang tegas mengusung agenda keIndonesiaan dan Pancasila porsinya kini lebih banyak, dari partai yang menggagendakan syariah.
Dan ada alasan untuk optimis di tengah pesimisme. Inilah yang terbaik dari semua pilihan, karena rakyat sepertinya tengah menghukum PDIP dengan telak, dan berharap peringatan yang sama kepada semua partai bahwa calon kuat saja tidak cukup, mereka harus membenahi mental calon legislatifnya agar tidak menjadi koruptor baru. Walau demikian para demokrat akan melihat lebih dalam kemampuan PDIP untuk mengelola isu minoritas yang terzhalimi yang tidak tampak dalam manajemen pemerintahan Setgab dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dan beberapa alasan mengapa koalisi PDI-P yang dipimpin berikutnya akan cenderung lebih moderat dalam hal hak-hak minoritas dari pemerintah saat ini yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat-nya.
PDI-P menganggap dirinya sebagai pewaris Sukarno, yang merupakan pembela gigih filsafat Pancasila. Di mana keragaman dan toleransi menjadi tujuan utama. Dalam konteks Indonesia kecenderungan ini sering digambarkan sebagai "sekuler-nasionalis", berbeda dengan partai-partai yang memperjuangkan agenda yang lebih eksplisit pada Islam.
Sebagai oposisi misalnya PDI-P pernah menentang beberapa potongan legislasi muslim konservatif dan mengkritik pemerintah, yang lamban dalam menghadapi serangan kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, seperti Muslim Syiah dan Ahmadiyah. Hal ini kemungkinan tidak akan kembali terjadi.
Selain track record pluralis sendiri, menurut kutipan dari media Indonesia PDI-P juga sangat cenderung untuk bekerja sama dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang berhasil meraup suara signifikan dengan memperoleh sekitar 9,2 persen dan 7,5 persen dari suara nasional masing-masing. Keduanya terkait dengan dua organisasi Islam tertua dan terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang keanggotaannya mencapai puluhan jutaan dan mengkaver dari sikap umum muslim Indonesia. Sebuah koalisi dengan dua partai ini akan menjadikan jangkar bagi "sekuler-nasionalis" yang akan mampu membawa aura Pancasila dalam setiap kegiatan bernegara.
Karena PKB dan PAN itu sendiri merupakan kekuatan muslim moderat, yang didirikan dan berisikan juga sikap untuk mempertahankan keBhinnekaan, bahkan presiden terpilih dari PKB, Abdurrahman Wahid (Gusdur), merupakan tokoh pluralis yang juga dicintai oleh minoritas karena berhasil mengangkat kepentingan mereka agar setara dengan mayoritas. Sikap Joko Widodo yang mempertahankan lurah wanita beragama nasrani di tengah komunitas muslim juga berhasil membawanya ke level Gusdur. Bahkan keluarga Gusdur secara simbolik memberikan peci Gusdur kepada Jokowi. Dalam tradisi Jawa tidak ada kehormatan yang lebih baik dibandingkan pemberian itu.
Adapun Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang keduanya selama ini menjadi bagian dari koalisi Presiden Yudhoyono, dan memegang kementerian kunci seperti kementerian Agama di nilai telah memainkan peran buruk hingga Indonesia kehilangan reputasi internasional sebagai rumah bagi Islam moderat dan toleran. Dan akhirnya diharapkan bahwa PDI-P jangan sampai berkoalisi dengan salah satu dari partai itu dalam pemerintahan baru.
sumber : fiskal.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar