Yang Aneh Dari Putusan MK Terkait Pemilu serentak

Kejanggalan putusan MK terkait Pemilu serentak - Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan Effendi Ghazali terkait Pemilu serentak terus menjadi perdebatan. Banyak yang mengapresiasi lantaran putusan ini dinilai bijaksana.

Namun sejumlah kejanggalan juga menjadi perdebatan dalam putusan yang dinyatakan baru berlaku pada tahun 2019 ini. Keputusan MK yang mengabulkan gugatan pemohon agar Pemilu digelar serentak namun dimulai pada Tahun 2019 dinilai janggal.

Tak hanya itu, putusan ini ternyata juga diambil di era Mahfud MD , Akil Mochtar dan Achmad Sodiki masih jadi hakim konstitusi. Apa keanehan lain dari putusan yang dibacakan oleh Hamdan Zoelva tersebut?

Berikut empat keanehan putusan MK terkait Pemilu serentak tersebut:


1. Putusan diambil Maret 2013, dibacakan Januari 2014

Meski dibacakan hari Kamis (23/1) kemarin, namun nyatanya putusan soal gugatan Pemilu serentak itu telah diambil sejak Maret 2013 lalu. Lalu mengapa putusan itu tidak segera dibacakan dan malah diendapkan selama 10 bulan oleh MK?

Hingga kini pertanyaan itu belum terjawab dengan memuaskan. Namun mantan Ketua MK Mahfud MD yang juga membuat putusan ini menyebut jika diendapkannya putusan karena MK saat itu sibuk menangani kasus Pilkada.

"Pilkada kan harus cepat. Setelah itu ada kasus Pak Akil," ujar Mahfud.

Namun benarkah MK sampai tidak punya waktu untuk membacakan putusan?

2. Hakim konstitusi baru tak dilibatkan ambil keputusan

Kritik tajam terhadap putusan MK yang menyatakan Pemilu serentak sesuai konstitusi namun baru dilaksanakan pada tahun 2019 datang dari Yusril Ihza Mahendra. Yusril menyebut putusan MK ini sangat aneh.

Hal ini karena putusan ini diambil ketika Mahfud MD, Akil Mochtar dan Achmad Sodiki masih menjabat sebagai hakim konstitusi. Namun anehnya, putusan ini baru dibacakan kemarin, padahal mereka sudah tidak lagi menjadi hakim.

"Pembacaan putusan spt itu aneh bin ajaib. Harusnya MK sekarang musyawarah lagi, siapa tahu 3 hakim baru pendapatnya beda. Dulu ada Mahfud, Akil dan Ahmad Sodiki yg mutus, sekarang sdh tdk jadi hakim MK lagi. Sdh ada Hidayat dan Patrialis penggantinya," tulis Yusril dalam akun twitter pribadinya.

3. Putusan MK dinilai inkonstitusional

Yusril juga menyebut bahwa putusan MK soal Pemilu serentak kemarin inkonstusional. Dalam bahasa sederhana, MK mengakui bahwa UU Pilpres tidak sesuai dengan UUD 45. Namun MK tidak segera melakukan perbaikan dan justru menunggu 2019.

"Kl ptsn itu berlaku seketika, namun baru belaku di Pemilu 2019 dst, maka Pemilu 2014 dilaksanakan dg pasal2 UU Pemilu yg inkonstitusional.? MK tahu bahwa melaksnakan Pemilu dg pasal2 UU yg inkonstitusional, hasilnya juga inkonstitusional," ujar Yusril dalam akun twitternya.

Karena dasar hukum Pemilu 2014 inkonstusional, maka menurut Yusril produk pemilu 2014 juga melanggar UUD 45.

"Konsekuensinya DPR, DPD, DPRD dan Presiden serta Wapres terpilih dalam Pilig dan Pilpres 2014 juga inkonstitusional," tambah Yusril lagi.

4. MK melanggar UU MK

MK mengabulkan gugatan agar Pemilu Legislatif dan Presiden digelar serentak. Namun dalam amarnya, MK menyebut bahwa pelaksanaan Pemilu serentak itu baru bisa lakukan pada 2019 mendatang, bukan 2014.

MK beralasan, agar pelaksanaan Pemilu 2014 tidak kacau. Karena jika pemilu serentak digelar 2014, maka pelaksanaannya bakal kacau.

Namun terkait hal ini, MK dinilai melanggar ketentuan dalam UU No 24 Tahun 2003 tentang MK yang diubah dengan UU No 8 tahun 2011. Dalam pasal 10 UU tersebut diatur mengenai waktu berlakunya sebuah putusan MK.

Pasal 10 tersebut berbunyi:
'Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final'.
Dalam penjelasannya, maksud Pasal 10 yakni:
'Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding),'.
Dari penjelasan Pasal 10 tersebut, seharusnya putusan MK berlaku sejak diputuskan. Namun dalam kasus Pemilu serentak, putusan yang diucapkan kemarin (Kamis) itu baru berlaku untuk tahun 2019.
sumber : merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar